Minggu, 17 Agustus 2008

Jutaan Masyarakat Terancam Akibat Hilangnya Hutan

DATA terakhir yang dikeluarkan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) di penghujung 2003 tentang kondisi hutan di Indonesia membuat kita semua merasa ngeri. Laju kerusakan hutan di Indonesia dalam periode 2001 - 2003 adalah 2,4 juta hektare (ha) per tahun. Untuk memberi gambaran yang lebih kuat tentang ini Walhi membuat analogi, setiap menit hutan yang hilang adalah 6 kali luas lapangan sepakbola. Itu berarti terjadi peningkatan yang luar biasa. Di zaman Orde Baru laju kerusakan hutan per tahun berkisar pada 1,4 juta ha dan pada era reformasi pertambahan laju kerusakan lebih dari 900.000 ha dan makin bertambah pula dengan adanya otonomi daerah.

Demikian dikatakan Emil Kleden, Sekretaris Pelaksana Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). "Dengan laju kehilangan hutan seperti itu, maka menurut perkiraan pada 2008 hutan Indonesia akan habis. Belum lagi laju eksploitasi ekstraktif terhadap sumber daya alam lain, seperti pertambangan. Menurut perkiraan yang didasari perhitungan pada data yang diperoleh Jaringan Tambang (JATAM), dengan kondisi eksploitasi seperti sekarang ini, maka pada 2010 minyak juga akan habis," ujarnya.

Menurut dia, izin pertambangan di dataran Indonesia sebesar 36 persen telah diberikan kepada perusahaan pertambangan, sementara wilayah hidup dan kawasan kelola masyarakat adat dan petani juga telah diserahkan oleh pemerintah kepada perusahaan HTI, HPH dan perkebunan skala besar lainnya.

Di lain pihak lanjutnya, pemberian izin itu terjadi tumpang tindih sehingga mempersulit masyarakat adat dan masyarakat lokal lainnya untuk menuntut pihak yang melakukan investasi dalam kawasan yang selama ini mereka identifikasi sebagai ruang lingkup hidup mereka. Tanah tumpah darah mereka. Belum lagi bila dimasukkan perhitungan adanya 158 ijin baru pertambangan di kawasan lindung yang dikeluarkan setelah adanya Perpu No 1 Tahun 2004 tentang Penambahan Pasal pada UU 41/1999, yang membuka ruang legal bagi tambang di kawasan lindung.

Gambaran kelam dari perilaku tidak bijak negara dalam mengelola sumberdaya alam di Indonesia dapat juga dilihat dari kondisi Jawa yang sudah sangat kritis. Setiap tahun, Jawa mengalami defisit air sebanyak 8 miliar liter, sedangkan setiap limabelas menit ada bayi yang meninggal di dunia karena udara kotor dan salah satu kawasan dengan gejala infeksi saluran pernafasan atas yang tinggi di dunia adalah Jawa.

Dikatakan, menyimak data degradasi hutan yang dikeluarkan oleh Forest Watch Indonesia bersama Global Forest Watch, dapat diperkirakan bahwa hutan alam di Sumatera akan habis pada 2005 dan di Kalimantan akan punah pada 2010, jika laju kerusakan hutan tidak berubah dari yang terjadi sekarang. Aspek sosial dari kondisi ini lebih mengkhawatirkan.

"Kondisi sosial di Kalimantan dan Sumatera relatif berbeda dengan di Jawa di mana sebagian penduduk masih mendiami kawasan di sekitar dan di dalam hutan. Wilayah yang masih dikenali sebagai tanah adat oleh mereka sendiri. Kelompok-kelompok masyarakat adat Kuntu di Riau, Anak Dalam di Jambi, Krui di Lampung, Semende di Bengkulu dan berbagai kelompok masyarakat adat Dayak di Kalimantan adalah komunitas-komunitas masyarakat adat yang hidupnya masih relatif dekat dengan keberadaan hutan dalam wilayah adatnya," ujar Emil.

Keberadaan hutan bukan sekadar sebagai prasyarat bagi kebutuhan dasar dan kehidupan ekonomi mereka. Lebih dari itu hutan adalah sumber budaya bagi komunitas-komunitas masyarakat adat tersebut. Dengan kondisi seperti itu, maka salah satu ancaman paling serius bagi berbagai komunitas masyarakat adat tersebut adalah ancaman terhadap eksistensi mereka.

Komunitas

Sekadar gambaran dari sebuah situasi mikro, sampai saat ini ada 1.016 komunitas masyarakat adat, dari Aceh sampai Papua, yang menjadi anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan semuanya mengalami persoalan ini. Sebuah jumlah yang lumayan besar karena mencakup lebih dari 4 juta manusia. Pengertian "komunitas" di sini sangatlah longgar.

Bisa sebuah marga di Lampung, bisa sebuah binua di Kalimantan Barat, bisa sebuah kampung di Kalimantan Timur, bisa juga sebuah suku, seperti Semende di Bengkulu yang terdiri dari delapan belas kampung yang masing-masingnya "setara" dengan sebuah desa di Jawa. Statistik ini menunjukkan, persoalan eksistensi kelompok masyarakat adat bukan sebuah persoalan main-main baik dalam skala intensitasnya maupun sebarannya dan dengan itu berarti pula bahwa persoalan yang menjadi bagian integral dengan keberadaan mereka, yaitu antara lain hutan, bukan persoalan sepele.

Yang sangat disadari oleh seluruh lapisan masyarakat adat adalah sumber daya alam adalah tema sentral kelangsungan hidup mereka dan merupakan sebuah faktor yang dinamis, bukan statis. Artinya, sumber daya alam melibatkan berbagai aspek kehidupan sosial dan politik, ekonomi dan budaya serta kepercayaan masyarakat adat (dan sampai tingkat tertentu berlaku untuk masyarakat umum). Untuk mendapatkannya, perlu perjuangan pada berbagai tataran sosial, lewat berbagai sektor kehidupan, dan pada setiap arena politik. Mereka sadar mereka punya hak yang sama untuk hidup.

"Jika hutan habis, maka sekurang-kurangnya komunitas-komunitas anggota AMAN yang berkisar 4 juta lebih itu akan mengalami dampak yang sangat serius. Jika persentase komposisi penduduknya mengikuti data di atas (karena AMAN belum memiliki data tentang komposisi penduduk menurut usia dan jenis kelamin dari anggotanya), maka sekurang-kurangnya dalam sepuluh tahun ke depan akan ada 49 persen dari 4 juta lebih manusia usia produktif yang selama ini menggantungkan produktivitas kerjanya pada keberadaan hutan akan menjadi tidak produktif, yaitu sekitar dua juta orang dari komunitas-komunitas anggota AMAN saat ini," paparnya.

Dalam kurun waktu tersebut sepuluh persen dari empat juta manusia yang ada saat ini, yang sudah berusia 55 tahun atau lebih, akan kehilangan sokongan ekonomi untuk mendukung kehidupan mereka di usia senja. Bersamaan dengan itu, 40,9 persen dari empat juta lebih manusia, yang sekarang berusia 0 - 19 tahun, akan kehilangan dukungan ekonomi untuk perkembangan mereka, baik untuk pendidikan maupun untuk pertumbuhan jasmani secara sehat dengan dukungan nutrisi minimal.

Lebih mengerikan lagi jika dalam kurun sepuluh tahun itu pertumbuhan penduduk di lingkup anggota AMAN mengikuti laju pertumbuhan sebesar 2,3 persen di atas maka akan ada pertambahan sebesar 1.136.791 orang dalam sepuluh tahun ke depan sehingga tanpa pertambahan anggota komunitas pun, jumlah jiwa dalam lingkup anggota AMAN yang sekarang akan menjadi 5.136.791 orang.

"Sebagian besar terkonsentrasi di luar Jawa. Apa yang akan terjadi jika jutaan jiwa ini mengalir ke pusat-pusat pembangunan di kota-kota dengan kondisi pendidikan mereka yang sangat rendah atau bahkan tidak ada sama sekali kesempatan mengenyam pendidikan? Bagaimana dengan jutaan kaum perempuannya? Dan jika kota-kota di luar Jawa tidak cukup meyakinkan mereka untuk dapat bertahan hidup, mereka akan mengalir ke kota-kota di Jawa," katanya.

Dalam tahun 2000 saja, populasi Jawa telah mencapai 60, 12 persen dari total populasi Indonesia. Jika dalam kurun sepuluh tahun ke depan tidak ada perubahan dalam pengelolaan sumberdaya alam umumnya dan hutan khususnya, maka pulau ini akan kehabisan daya tampung terhadap ledakan penduduk dan menimbulkan persoalan-persoalan sosial politik dan ekonomi yang sangat serius.

Itu baru sekadar gambaran mikro dengan mengambil contoh sebuah organisasi yang relatif kecil anggotanya. Bagaimana jika persoalan hutan dan sumberdaya alam di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua diperhadapkan dengan kondisi penduduk di semua pulau tersebut yang notabene sebagian terbesarnya masih menggantungkan kehidupan ekonomi dan budayanya dalam relasi yang intens dengan keberadaan hutan dan lingkungan tempat tinggalnya? Bagaimana pula gambaran seratus tahun ke depan? Apakah negara ini mau melenyapkan anak-anak negerinya sendiri? Ini hanya sebuah kondisi yang dibayangkan sangat mungkin akan terjadi berdasarkan kondisi yang ada saat ini. (E-5)

Sumber : http://www.suarapembaruan.com/News/2004/06/09/Lingkung/ling02.htm

Tidak ada komentar: